Tidak pernah mereguk gelar Liga Primer Inggris, jutaan Liverpudlian tetap lantang mengumandangkan You'll Never Walk Alone sebagai bukti loyalitas kepada klub.
Terdapat dua klub di kota dengan luas wilayah 111,84 km yakni Liverpool FC dan Everton. Untuk urusan prestasi, The Reds
memang lebih unggul ketimbang rival sekota. Tim besutan Brendan Rodgers
mengoleksi 18 gelar Divisi Utama Inggris, tujuh Piala FA, delapan Piala
Liga, lima Liga Champions serta masing-masing tiga Piala UEFA dan Super
Eropa.
Tapi, tidak seperti derby para umumnya, Derby Merseyside tidak menyuguhkan perpecahan politik, geografis atau agama antara. Bentrok antara Liverpool dan Everton justru lebih "ramah" bahkan sering disebut pertandingan persahabatan. Maklum, meski saling kejar dalam urusan prestasi tidak sedikit keluarga-keluarga di Liverpool yang anggotanya menjadi pendukung The Reds atau Everton.
Kendati demikian, sebagian besar Liverpudlian --sebutan untuk masyarakat Liverpool-- merupakan fans berat The Reds. Sejak pertama kali menggelar pertandingan di Anfield pada laga ujicoba versus Rotherham Town pada 1 September 1982, minat masyarakat menyaksikan Liverpool terus meningkat. Setahun kemudian, The Reds menggelar pertandingan kompetitif pertama di Anfield dan di hadapan lima ribu suporter mereka sukses membungkam Lincoln City.
Liverpudlian termasuk kelompok suporter paling loyal di dunia. Mereka begitu digdaya saat kompetisi Inggris masih dengan format Divisi Utama yang diselenggarakan pada periode 1888 sampai 1992. Tercatat sebagai klub tersukses saat itu, mereka mengoleksi 18 gelar. Sayang, trofi di tahun 1990 menjadi penghargaan terakhir di kompetisi tertinggi Inggris karena sejak berubah format menjadi Liga Primer Inggris pada 1992 sampai saat ini mereka belum lagi merasakan manisnya juara. Manchester United yang diarsiteki Sir Alex Ferguson justru menyalip mereka sebagai tim tersukses dengan total 20 gelar. Tak heran jika rivalitas keduanya justru lebih panas ketimbang Derby Merseyside sendiri.
Di Inggris, lagu You'll Never Walk Alone yang pertama kali dimainkan dalam sebuah acara musikal Rodgers and Hammerstein, kini menjadi lagu kebangsaan para pendukung Liverpool. Lagu tersebut selalu dinyanyikan suporter beberapa saat sebelum pertandingan kandang digelar. Kalimat "You'll Never Walk Alone" juga terpampang di puncak klub dan pintu Shankly Gate di Stadion Anfield.
Di tengah era kejayaan The Reds pada periode 1900-1990, Liverpudlian melalui masa kelam, setidaknya dua kali, yang sampai saat ini dikenal dengan sebutan tragedi Hillsborough dan Heysel. Tragedi Hillsborough terjadi pada 15 April 1989 saat menggelar semi-final Piala FA antara Liverpool dan Nottingham Forest. Kedua fans yang ditempatkan terpisah di stadion yang belakangan diketahui saat tak memenuhi standar keamanan. Pendukung Liverpool yang notabene memiliki anggota lebih banyak justru kebagian jatah kursi lebih sedikit. Hasilnya, sekitar 5.000 suporter yang tidak kebagian tiket merangsek masuk ke dalam stadion dan kerusuhan pun tak terelakkan. Pagar pembatas dengan lapangan jebol, ribuan suporter yang sudah lebih dulu masuk terinjak-injak dan terjepit pendukung lainnya.

Akibat insiden ini, 96 orang tewas sementara 766 lainnya luka-luka dan menjadi yang terburuk dalam sejarah sepakbola Inggris bahkan dunia. Kelalaian pihak keamanan diduga turut andil dalam insiden tersebut. Polisi dianggap gagal mengantisipasi potensi kerusahan, bahkan setelah diketahui banyak korban luka, pihak kepolisian hanya membolehkan satu ambulans masuk ke stadion, padahal dari pihak rumah sakit telah mengirim 44 ambulans.
Sementara itu, tragedi Heysel terjadi pada 29 Mei saat Liverpool berhadapan dengan Juventus di final Piala Champions musim 1984/85 di Stadion Heysel, Brussels, Belgia. Kejadian bermula dari saling lempar batu antara suporter Juventus dan Liverpool di salah satu sudut stadion. Situasi makin panas dan pendukung Liverpool yang unggul jumlah orang melakukan penyerangan dan merusak pagar pembatas. Tifosi Juventus yang kalah anggota mundur, namun reaksi mereka mendapat halangan dari tembok besar yang akhirnya runtuh akibat banyaknya dorongan suporter. Insiden ini memakan 32 korban jiwa yang merupakan pendukung Juventus dan tujuh lainnya pendukung netral.

Setelah 20 tahun berselang, kedua tim kembali dipertemukan di perdelapan-final Liga Champions 2005. Ian Rush dan Michel Platini membawa sebuah banner berisi pesan "In Memory and Friendship": In Memoria e Amicizia. Kubu The Kop juga membuat sebuah koreografi mosaik dengan tulisan "Amicizia (persahabatan)" yang ditujukan kepada suporter Juventus, sebagai maksud permintaan maaf.
Pendukung setia memang kerap menjadi pelecut semangat para pemain di lapangan, sayang fanatisme mereka justru kerap mengundang insiden menyedihkan. Ironisnya lagi, dua peristiwa kelam itu justru menjadi bahan celaan suporter tim lawan, termasuk Manchester United. Tidak jarang fans United dan Liverpool saling ejek terkait insiden memilukan, di mana Setan Merah juga pernah berduka akibat tragedi Munich pada 6 Februari 1968.
Source : http://www.goal.com/id-ID/news/1108/sepakbola-inggris/2013/06/30/4081641/fokus-liverpudlian-pemain-ke-12?ICID=CP_98
Tapi, tidak seperti derby para umumnya, Derby Merseyside tidak menyuguhkan perpecahan politik, geografis atau agama antara. Bentrok antara Liverpool dan Everton justru lebih "ramah" bahkan sering disebut pertandingan persahabatan. Maklum, meski saling kejar dalam urusan prestasi tidak sedikit keluarga-keluarga di Liverpool yang anggotanya menjadi pendukung The Reds atau Everton.
Kendati demikian, sebagian besar Liverpudlian --sebutan untuk masyarakat Liverpool-- merupakan fans berat The Reds. Sejak pertama kali menggelar pertandingan di Anfield pada laga ujicoba versus Rotherham Town pada 1 September 1982, minat masyarakat menyaksikan Liverpool terus meningkat. Setahun kemudian, The Reds menggelar pertandingan kompetitif pertama di Anfield dan di hadapan lima ribu suporter mereka sukses membungkam Lincoln City.
Liverpudlian termasuk kelompok suporter paling loyal di dunia. Mereka begitu digdaya saat kompetisi Inggris masih dengan format Divisi Utama yang diselenggarakan pada periode 1888 sampai 1992. Tercatat sebagai klub tersukses saat itu, mereka mengoleksi 18 gelar. Sayang, trofi di tahun 1990 menjadi penghargaan terakhir di kompetisi tertinggi Inggris karena sejak berubah format menjadi Liga Primer Inggris pada 1992 sampai saat ini mereka belum lagi merasakan manisnya juara. Manchester United yang diarsiteki Sir Alex Ferguson justru menyalip mereka sebagai tim tersukses dengan total 20 gelar. Tak heran jika rivalitas keduanya justru lebih panas ketimbang Derby Merseyside sendiri.
Di Inggris, lagu You'll Never Walk Alone yang pertama kali dimainkan dalam sebuah acara musikal Rodgers and Hammerstein, kini menjadi lagu kebangsaan para pendukung Liverpool. Lagu tersebut selalu dinyanyikan suporter beberapa saat sebelum pertandingan kandang digelar. Kalimat "You'll Never Walk Alone" juga terpampang di puncak klub dan pintu Shankly Gate di Stadion Anfield.
Di tengah era kejayaan The Reds pada periode 1900-1990, Liverpudlian melalui masa kelam, setidaknya dua kali, yang sampai saat ini dikenal dengan sebutan tragedi Hillsborough dan Heysel. Tragedi Hillsborough terjadi pada 15 April 1989 saat menggelar semi-final Piala FA antara Liverpool dan Nottingham Forest. Kedua fans yang ditempatkan terpisah di stadion yang belakangan diketahui saat tak memenuhi standar keamanan. Pendukung Liverpool yang notabene memiliki anggota lebih banyak justru kebagian jatah kursi lebih sedikit. Hasilnya, sekitar 5.000 suporter yang tidak kebagian tiket merangsek masuk ke dalam stadion dan kerusuhan pun tak terelakkan. Pagar pembatas dengan lapangan jebol, ribuan suporter yang sudah lebih dulu masuk terinjak-injak dan terjepit pendukung lainnya.

Akibat insiden ini, 96 orang tewas sementara 766 lainnya luka-luka dan menjadi yang terburuk dalam sejarah sepakbola Inggris bahkan dunia. Kelalaian pihak keamanan diduga turut andil dalam insiden tersebut. Polisi dianggap gagal mengantisipasi potensi kerusahan, bahkan setelah diketahui banyak korban luka, pihak kepolisian hanya membolehkan satu ambulans masuk ke stadion, padahal dari pihak rumah sakit telah mengirim 44 ambulans.
Sementara itu, tragedi Heysel terjadi pada 29 Mei saat Liverpool berhadapan dengan Juventus di final Piala Champions musim 1984/85 di Stadion Heysel, Brussels, Belgia. Kejadian bermula dari saling lempar batu antara suporter Juventus dan Liverpool di salah satu sudut stadion. Situasi makin panas dan pendukung Liverpool yang unggul jumlah orang melakukan penyerangan dan merusak pagar pembatas. Tifosi Juventus yang kalah anggota mundur, namun reaksi mereka mendapat halangan dari tembok besar yang akhirnya runtuh akibat banyaknya dorongan suporter. Insiden ini memakan 32 korban jiwa yang merupakan pendukung Juventus dan tujuh lainnya pendukung netral.

Setelah 20 tahun berselang, kedua tim kembali dipertemukan di perdelapan-final Liga Champions 2005. Ian Rush dan Michel Platini membawa sebuah banner berisi pesan "In Memory and Friendship": In Memoria e Amicizia. Kubu The Kop juga membuat sebuah koreografi mosaik dengan tulisan "Amicizia (persahabatan)" yang ditujukan kepada suporter Juventus, sebagai maksud permintaan maaf.
Pendukung setia memang kerap menjadi pelecut semangat para pemain di lapangan, sayang fanatisme mereka justru kerap mengundang insiden menyedihkan. Ironisnya lagi, dua peristiwa kelam itu justru menjadi bahan celaan suporter tim lawan, termasuk Manchester United. Tidak jarang fans United dan Liverpool saling ejek terkait insiden memilukan, di mana Setan Merah juga pernah berduka akibat tragedi Munich pada 6 Februari 1968.
Source : http://www.goal.com/id-ID/news/1108/sepakbola-inggris/2013/06/30/4081641/fokus-liverpudlian-pemain-ke-12?ICID=CP_98
0 komentar:
Posting Komentar