Pages

Sabtu, 06 Juli 2013

Liverpool Dan Rivalitasnya Dengan Klub Lain

Posted by @IndoAnfield On 02.22 0 komentar







Everton dan United termasuk rival utama LiverpoolRivalitas di dalam sepakbola adalah hal yang biasa. Bisa dibilang pertandingan akan terasa lebih seru dan menegangkan kalau ada rivalitas yang tajam di antara kedua tim. Persaingan bisa terjadi antar para pemain, pelatih, suporter maupun tim. Rivalitas bisa saja berdampak pada ketegangan di dalam maupun di luar lapangan dan bahkan menimbulkan perkelahian dan kerusuhan. Tentunya hal-hal negatif seperti itu tidak diharapkan.

Ketegangan dan serunya pertandingan di dalam lapangan tentunya lebih diharapkan. Di Liga Primer Inggris misalnya, persaingannya sangat tajam dan banyak terjadi rivalitas yang menarik untuk ditonton. Mulai dari tim papan atas sampai papan bawah banyak terjadi rivalitas, terutama melibatkan tim sekota. Salah satunya adalah Liverpool, salah satu tim paling berprestasi di Inggris dan Eropa. Walaupun prestasi mereka dalam beberapa tahun terakhir tidak terlalu cemerlang, tapi persaingan mereka dengan tim lain tetap menarik untuk diikuti.

Ada sejumlah tim yang menjadi rival mereka di kompetisi domestik. Tapi yang paling menonjol adalah rivalitas dengan tim sekota mereka, Everton. Kedua tim sudah saling bertemu sejak 1894. Tim lain adalah Chelsea dan Manchester United. Sedangkan di Eropa ada rivalitas dengan Juventus. Meski keduanya tidak terlalu sering bertemu tapi ada sejarah kelam yang membuat hubungan kedua klub sempat tegang.

Tentunya ada rivalitas dengan klub-klub lain seperti Arsenal dan  Tottenham di liga lokal, atau dengan AC Milan dan Real Madrid di Eropa. Namun tensi ketegangan pertemuan dengan tim-tim tersebut tidak terlalu tinggi dan hubungan Liverpool dengan mereka juga tidak sepanas dengan empat rival utama mereka.

JUVENTUS


    Persaingan Liverpool dan Juventus tentunya hanya terjadi di kompetisi Eropa, terutama di Liga Champions. Walaupun begitu, intensitas ketegangan antara kedua tim sangat tinggi karena melibatkan korban jiwa. Para pemerhati sepakbola tentu sudah mahfum dengan tragedi Heysel di tahun 1985. Momennya adalah final (waktu itu) Piala Champions pada 29 Mei 1985 di stadion Heysel yang menewaskan 39 orang penonton, 32 di antaranya adalah pendukung Juve.

Sejumlah hooligan atau pendukung garis keras Liverpool dinilai sebagai pihak yang bertanggung jawab atas kerusuhan tersebut. Sebagai buntut dari tragedi berdarah itu, semua klub Inggris dilarang berkompetisi di Eropa selama lima tahun, sedangkan Liverpool dihukum selama enam tahun. Hukuman itu sempat membuat sejumlah pemain merasa tidak kerasan karena tidak bisa merasakan ketatnya persaingan di Eropa. Salah satunya adalah Ian Rush. Secara mengejutkan, striker terbaik yang pernah dimiliki Liverpool itu setuju untuk pindah ke Juve di musim 1987/88.

Kepindahan Rush ke klub asal Italia itu dinilai sebagai transfer bernilai politis yaitu untuk memperbaiki hubungan kedua klub. Sayangnya, Rush hanya bertahan semusim karena merasa tidak kerasan tinggal di Italia. Ditambah lagi pola permainan klub-klub Italia yang lebih mengutamakan pertahanan sehingga Rush hanya mampu membuat tujuh gol dalam 29 laga selama memperkuat The Old Lady. Padahal di musim sebelumnya, ia mencetak 30 gol dalam 42 laga di Liverpool.

Pemain asal Wales itu kemudian kembali ke Anfield di musim berikutnya. Liverpool dan Juventus baru bertemu kembali di kompetisi Eropa pada musim 2004/05 yaitu di perempat-final Liga Champions. Saat laga pertama di Anfield, di tribun The Kop mengkoordinasikan sebuah koreografi mosaik bertuliskan ‘Amicizia’ yang ditujukan kepada para suporter Juve yang memadati Anfield. Artinya persahabatan, sebuah permohonan maaf kepada tifosi Juve. Sebagian tifosi menyambutnya dengan baik, namun tidak sedikit pula yang menolaknya karena rentang waktu uluran persahabatan tersebut terlalu lama, 20 tahun sejak tragedi Heysel pecah.

Kali ini The Reds berhasil membalaskan dendam mereka dengan menyingkirkan Juve. Seperti sebuah kebetulan, Liverpool akhirnya memuncaki Liga Champions di musim itu. Setelah itu kedua tim belum bertemu lagi di Eropa terutama setelah Liverpool selalu gagal lolos ke Liga Champions dalam beberapa musim terakhir. Namun di tahun 2012 kemarin tensi ketegangan kedua tim sempat terangkat kembali. Kali ini bukan terjadi di dalam lapangan tapi di bursa transfer.

Waktu itu, Del Piero yang kontraknya sudah tidak diperpanjang di Juve diminati beberapa klub dan kabarnya salah satunya adalah Liverpool. Hal itu sempat diungkapkan Del Piero saat ia memutuskan bergabung dengan Sydney FC. Pemain legendaris Juve dan Italia itu menandaskan kalau Liverpool memang tertarik mendatangkannya tapi ia tidak berminat karena menghormati para fans sehubungan dengan Tragedi Heysel. Tentunya akan menarik, terutama menantikan sikap para fans, kalau kedua klub bertemu kembali di Eropa di masa-masa mendatang.



CHELSEA



Tensi ketegangan antara Liverpool dengan Chelsea sebenarnya baru meninggi dalam sepuluh tahun terakhir. Kedatangan Jose Mourinho di tahun 2004 dan prestasi mereka yang mulai menanjak membuat The Reds seperti mendapat rival baru. Persaingan mereka uniknya lebih banyak terjadi di kompetisi Eropa maupun ajang piala. Di Liga Primer, prestasi Liverpool memang sedang berbanding terbalik dengan Chelsea. Dalam sepuluh tahun terakhir, The Blues meraih tiga gelar liga sedangkan Liverpool kosong.

Sebaliknya, saat Liverpool meraih gelar liga ke-18 pada musim 1989/90, Chelsea baru meraih satu gelar liga. Kebangkitan Chelsea di pertengahan  1990-an dan kedatangan Roman Abramovich pada 2003 yang berani menggelontorkan banyak dana, membuat persaingan semakin ketat. Liverpool memang belum kunjung bangkit di liga, tapi mereka masih punya taji di Eropa. Masuknya Mourinho sebagai pelatih Chelsea di tahun 2004 bersamaan dengan kedatangan Rafael Benitez di Anfield.

Awalnya hubungan kedua pelatih masih adem-adem saja, apalagi Mourinho pernah berkarir di Spanyol sebagai asisten pelatih Barcelona. Hubungan keduanya mulai memanas saat Chelsea mengalahkan Liverpool di final Piala Liga pada akhir Februari 2005. Saat Steven Gerrard membuat gol bunuh diri yang membuat skor menjadi imbang 1-1, Mourinho berlari ke tribun pendukung Liverpool dan membuat isyarat dengan menempatkan jari tengahnya ke bibirnya. Pelatih asal Portugal itu tentunya mendapat cemohan dari fans The Reds dan diperingatkan wasit untuk kembali ke bangku cadangan.

Benitez pun menyoroti sikap Mourinho yang dinilai kurang sportif. Rivalitas kedua klub pun dimulai dan mencapai puncaknya di ajang semi-final Liga Champions di musim yang sama. Setelah leg pertama di Stamford Bridge yang berakhir 0-0, laga kedua digelar di Anfield. Di awal babak pertama, Luis Garcia dinilai membuat gol ke gawang Chelsea sehingga Liverpool unggul 1-0. Tapi Chelsea memprotes keras keputusan wasit karena bola dianggap sudah diamankan oleh William Gallas sebelum melewati garis gawang. Protes mereka tak ditanggap wasit dan Liverpool tetap unggul sampai laga berakhir.

Liverpool akhirnya berhasil menjadi juara setelah di laga final mengalahkan Milan melalui adu tendangan penalti. Mourinho masih tak menerima hasil tersebut dan menilai gol Garcia sebagai gol siluman yang tidak pernah melewati garis gawang. Hubungannya dengan Benitez juga menjadi tegang dan mereka bahkan beberapa kali tidak berjabat tangan baik sebelum maupun sesudah pertandingan di laga-laga selanjutnya. Entah kebetulan atau tidak, kedua tim bertemu kembali di babak penyisihan grup Liga Champions musim berikutnya.

Hal itu dimungkinkan karena Liverpool lolos ke ajang ini sebagai juara bertahan bukan karena prestasi mereka di liga sehingga tidak menjadi tim unggulan. Pertemuan kedua tim tetap memanas tapi tidak ada gol yang terjadi baik di Stamford Bridge maupun Anfield. Sempat terjadi kontroversi saat Michael Essien terkena kartu merah karena dinilai terlalu keras melanggar gelandang Liverpool, Didi Hamann. Kedua pelatih kembali bersitegang. Mourinho menilai keputusan wasit dan reaksi Hamann terlalu berlebihan, sementara Benitez menganggap Essien pemain yang kasar dan sudah berniat melukai Hamann.

Kedua tim kembali bertemu di semi-final Liga Champions musim berikutnya yaitu musim 2006/07. Kali ini tak ada kontroversi tapi pertandingan tetap berjalan seru dan dramatis. Chelsea menang 1-0 di Stamford Bridge dan Liverpool juga membalas dengan skor serupa di Anfield sehingga laga harus berlanjut sampai extra-time dan adu penalti. Liverpool kembali berjaya dan lolos ke final setelah menang dalam drama adu tendangan 12 Pas. Lagi-lagi tak ada jabat tangan antara kedua manajer. Laga itu ternyata menjadi pertemuan terakhir Mourinho dengan Benitez di kompetisi Eropa.

Di musim berikutnya, kedua tim seperti sudah berjodoh dan kembali bertemu di babak semi-final. Bedanya, Chelsea ditangani Avram Grant yang menggantikan posisi Mourinho yang dipecat di awal musim 2007/08. Di laga pertama di Anfield, Liverpool lengah di menit-menit akhir dan John Arne Riise membuat gol bunuh diri yang membuat skor menjadi sama 1-1. Sebelum laga kedua di Stamford Bridge, Benitez mengkritik Dider Drogba yang dinilai sebagai pemain kurang sportif karena sering melakukan diving.

Hal itu seperti menjadi bumerang buat Benitez karena Drogba tampil penuh semangat dan membuat dua gol dalam laga tersebut. Chelsea pun lolos ke final dan menuntaskan dendamnya terhadap Liverpool. Di musim berikutnya, lagi-lagi kedua tim bertemu tapi kali ini di perempat-final. Benitez menghadapi pelatih yang lebih senior, Guus Hiddink, yang mampu membuat Chelsea tampil lebih memikat dan produktif. Chelsea kembali menjadi pemenang dengan agregat gol 7-5 dan lolos ke semi-final.

Itu adalah momen terakhir pertemuan kedua tim di Eropa. Di kompetisi domestik pertemuan kedua tim memang tidak sepanas di Eropa. Tensi baru memanas kembali setelah Fernando Torres hijrah ke Chelsea di pertengahan musim 2010/11. Penyerang asal Spanyol dianggap sebagai pengkhianat karena pindah ke klub yang termasuk rival utama Liverpool. Sejak itu, pertemuan kedua tim selalu berlangsung sengit dan panas. Meski prestasi Chelsea di liga masih di atas Liverpool tapi dalam beberapa kesempatan The Reds justru mampu mengalahkan rivalnya itu. Dan kebetulan, sampai musim lalu Torres belum berhasil menjebol gawang mantan klubnya itu.


EVERTON

    Perseteruan dengan Everton adalah perseteruan klasik antara tim sekota. Sudah menjadi sesuatu yang lumrah kalau klub dari kota yang sama saling berseteru. Tiap tim pasti mengklaim sebagai yang terbaik di kota mereka. Begitu pula dengan Everton dan Liverpool. Dalam hal sejarah, Everton memang lebih dulu terbentuk yaitu pada tahun 1878 dan bermarkas di Anfield.

Pertentangan antar para petinggi klub dan dengan pemilik stadion Anfield, membuat salah satu petinggi mereka John Houlding memutuskan untuk hengkang. Para petinggi lainnya tetap bertahan di Everton tapi memindahkan stadion atau markas mereka ke Goodison Park. Sementara Houlding mendirikan klub baru yang diberi nama Liverpool FC dan bermarkas di Anfield pada Maret 1892. Hal itu diyakini menjadi awal pemicu persaingan dan rivalias di antara kedua klub.

Pertemuan kedua tim sering disebut dengan 'Merseyside Derby' dan merupakan derby terlama di level teratas persepakbolaan Inggris karena selalu digelar setiap tahun sejak musim 1962/63. Namun laga kedua tim juga kerap disebut ‘friendly derby’ karena penonton yang terdiri dari satu keluarga, ada yang jadi pendukung Everton dan Liverpool. Karenanya, sudah jadi pemandangan biasa di tribun pendukung Everton ada pendukung Liverpool yang ikut bergabung dan begitu juga sebaliknya. Bahkan di final Piala Liga 1984 yang mempertemukan kedua tim, hampir semua pendukung mereka kompak menyanyikan yel-yel ‘Merseyside’ dan ‘Are you watching Manchester?’

Walaupun begitu, pertandingan di dalam lapangan tetap berlangsung seru, intens dan terkadang diwarnai kontroversi. Sejak era Liga Primer di awal 1990-an, laga kedua tim adalah laga yang paling banyak diwarnai kartu merah. Untuk rekor pertemuan, Liverpool masih lebih unggul. Dari total 219 laga, Liverpool memenangkan 88 laga, Everton 66 laga dan 65 laga berakhir imbang. Di Liga Primer, Liverpool menang dalam 18 laga, Everton memenangkan sembilan laga dan 14 laga berakhir imbang. Ian Rush menjadi pemain Liverpool paling produktif di 'Merseyside Derby' dengan mencetak 25 gol di semua kompetisi, disusul pemain Everton, Dixie Dean dengan 19 gol.

Di balik rivalitas mereka, kedua tim ternyata juga sering bertukar pemain.Bahkan Liverpool memegang rekor sebagai klub yang paling sering mendatangka pemain dari Everton dibandingkan klub mana pun. Namun Liverpool sempat membuat kebijakan dengan tidak mendatangkan pemain langsung dari Everton dalam kurun waktu cukup lama, dari tahun 1959 sampai 2000. Everton juga sempat menerapkan aturan serupa di tahun 1961 sampai 1982.

Di musim lalu kedua tim sama-sama bermain imbang dalam dua laga. Di laga pertama di Goodison Park, sempat terjadi kontroversi saat Suarez merayakan gol yang dicetaknya di hadapan pelatih Everton saat itu, David Moyes. Namun Moyes tidak terlalu menanggapinya dan timnya mampu mengejar ketertinggalan dua gol dengan memaksakan hasil imbang 2-2. Dalam pertemuan terakhir keduanya, pada Mei lalu di Anfield, juga berakhir imbang tapi kali ini tak ada gol yang tercipta.

Dalam hal prestasi, Liverpool memang lebih unggul. The Reds sudah 18 kali menjuarai liga, sedangkan Everton baru lima kali. Liverpool juga banyak meraih gelar lainnya, termasuk di level Eropa. Namun dalam dua musim terakhir, Everton selalu finis di atas Liverpool. Tentunya akan sangat menarik mengamati persaingan dua klub sekota ini di musim-musim selanjutnya.


MANCHESTER UNITED

    Persaingan Liverpool dan Manchester United adalah soal gengsi dan kesuksesan. Rivalitas antara MU dengan Liverpool biasanya disebut sebagai North West Derby atau derby Barat Laut, karena kedua daerah tersebut berada di Barat Laut kepulauan Inggris. Namun, persaingan keduanya juga diakibatkan persaingan antara industri kedua kota yang memuncak saat revolusi industri.

Persaingan antara Manchester dengan Liverpool bisa dibilang sebagai dampak dari kedekatan kedua kota dalam segi bisnis sejak era 1800-an. Manchester dikenal dengan kehebatannya di bidang manufaktur, sedangkan Merseyside tersohor dengan pelabuhannya, yang jadi bagian penting negara Inggris saat itu.

Rivalitas kedua tim juga disebut-sebut sebagai salah satu yang terbesar di Inggris. Kedua tim memang terdepan salam soal prestasi. Total, mereka sudah meraih 120 piala, 61 piala disabet United dan 59 piala diteguk Liverpool. United sudah meraih 20 piala Liga Primer, diikuti Liverpool dengan 18 piala. Di Eropa, Liverpool sedikit lebih unggul karena sudah merebut lima gelar Liga Champions yang membuat mereka mendapatkan ‘Badge of Honour’ dari UEFA, sedangkan United ‘baru’ tiga kali juara.

Mereka juga bersaing ketat dalam hal kekayaan dan jumlah penggemar di seluruh dunia. Dalam dua dekade terakhir, prestasi United memang jauh mengungguli Liverpool, terutama di kompetisi domestik. Namun itu tidak mengurangi intensitas dan ketegangan kedua tim tiap kali mereka bertanding. Pelatih legendaris United yang baru saja pensiun, Sir Alex Ferguson, kerap mengatakan bahwa laga melawan Liverpool selalu penting dan pantang bagi timnya untuk kalah.

Sementara pemain legendaris The Red Devils yang masih aktif, Ryan Giggs bahkan pernah menandaskan,”Pertandingan antara United dengan Liverpool mungkin adalah pertandingan terbesar di persepakbolaan Inggris.” Giggs merupakan pemain yang paling sering tampil (43 laga) dalam pertemuan United dan Liverpool. Laga kedua tim kerap digelar tidak lama setelah waktu makan siang di Inggris yang membuat para fans mengurungkan niat untuk menenggak minuman beralkohol sebelum menyaksikan laga akbar tersebut. Suporter kedua tim sudah terbiasa saling mengejek dan berseteru baik selama di stadion maupun di luar stadion termasuk melalui media massa.

Di dalam lapangan, pertemuan keduanya sering menghasilkan laga yang seru, menegangkan, dramatis dan fantastis. Persaingan di luar lapangan tak kalah panas. Yang paling terasa adalah rivalitas di bursa transfer. Michael Owen adalah pemain terakhir yang pernah memperkuat Liverpool maupun United. Namun Owen tidak langsung datang ke United. Setelah pergi dari Liverpool pada 2004, pemain yang baru saja pensiun itu hijrah dulu ke Real Madrid, lalu ke Newcastle United dan baru ke United pada musim 2009/10. Nah, pemain terakhir yang pindah langsung dari Liverpool ke United atau sebaliknya adalah Phil Chisnall. Ia pindah dari United ke Liverpool pada April 1964!

Bek Argentina, Gabriel Heinze hampir saja mematahkan rekor tersebut. Ia mengutarakan niatnya untuk hengkang dari United pada 2007, tapi tujuannya adalah ke Liverpool setelah pelatih mereka saat itu, Rafael Benitez, berminat menggaetnya ke Anfield. Rencana itu ternyata mendapat tentangan keras dari Ferguson. Menurut beberapa media Inggris, Liverpool sempat mengajukan tawaran tapi kemudian ditolak oleh United. Ferguson pun murka dan hubungannya yang kurang bagus dengan Benitez menjadi semakin buruk.

Keduanya terlibat perang kata-kata melalui media. Padahal, Heinze bukan lagi pemain utama United dan ia memutuskan untuk pergi karena lebih banyak duduk di bangku cadangan. Heinze sendiri akhirnya bergabung dengan Real Madrid, namun hubungan Ferguson dan Benitez maupun United dan Liverpool tetap tegang dan saling benci sampai sekarang. Menarik untuk menunggu rivalitas keduanya di bawah Moyes yang pernah membesut Everton, rival sekota Liverpool. Mampukah Rodgers mendobrak kemapanan United atau justru Moyes yang mampu meneruskan kedigdayaan United terhadap Liverpool?

Source : http://www.goal.com/id-ID/news/1108/sepakbola-inggris/2013/06/30/4079218/fokus-liverpool-dan-rivalitasnya-dengan-klub-lain?ICID=CP_98

0 komentar:

Posting Komentar